Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Deassy Destiani

4 Strategi Mencegah Learning Loss Pada Anak Usia Dini

Eduaksi | Thursday, 02 Sep 2021, 17:33 WIB
Sumber gbr : https://pixabay.com/id/photos/bayi-anak-laki-laki-anak-84626/

Pada suatu pagi, saya bertanya pada seorang Ibu yang membawa anak balitanya berusia sekitar 5 tahun. Anaknya cantik dan menggemaskan. Sekilas mirip tokoh Reyna yang ada di sinetron Ikatan Cinta.

“Bu..anaknya cantik banget sih. Sekolah dimana?”

“Oh anak saya sekolahnya online Bun jadi saya yang mendampingi dia di rumah kalau lagi belajar.”

“Oh bagus sih Bu kalau anaknya masih diikutkan sekolah, soalnya sekarang banyak anak usia dini yang akhirnya gak sekolah. Padahal kalau gak sekolah itu anak balita punya resiko learning loss atau kehilangan kesempatan belajar. Ibu tahu gak sih apa saja resiko learning loss pada anak usia dini?”

"Nggak tau Bun tapi selama pandemi ini saya selalu mengingatkan anak untuk belajar, mendampingi anak, memberikan asupan yang baik agar nyaman dan kenyang sebelum belajar. Itu cukup gak buat menurunkan resiko learning loss?" ucap seorang Ibu yang bernama Dita.

Nah buat pembaca yang belum tahu apa sih pengertian learning loss pada anak usia dini bisa baca artikel saya sebelumnya disini yah https://retizen.republika.co.id/posts/12939/bahaya-learning-loss-pada-anak-usia-dini-akibat-tak-sekolah-selama-pandemi

Selain dampak jangka pendek yang sudah saya tuliskan sebelumnya, ada dampak jangka menengah dan angka panjang yang harus diwaspadai.

Dampak jangka menengah bisa dilihat pada beberapa tahun ke depan. Diantaranya dari prestasi akademik yang lebih rendah dari mereka yang saat ini tidak mengalami ketertinggalan perkembangan. Sedangkan dampak jangka panjang adalah berkurangnya penghasilan karena kurang kompetitif dan secara tidak langsung menghambat terciptanya SDM yang unggul untuk negara.

Lalu bagaimana agar anak usia dini tidak tertinggal perkembangannya karena dampak pandemi ini? Upaya ke arah tersebut tentunya butuh dukungan semua pihak. Tidak bisa berjalan sendirian. Pihak tersebut adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah, satuan PAUD, keluarga, dan masyarakat baik yang berbentuk lembaga maupun individu.

Saya merangkumnya menjadi : 4 Strategi Pencegahan Learning Loss Anak Usia Dini

1. Strategi Penguatan Peran Keluarga

Keluarga sebagai lingkungan terkecil harus mengupayakan lingkungan rumah yang aman, nyaman, dan menyenangkan. Ayah dan Ibu harus memahami tahap-tahap perkembangan anak dan cara-cara menstimulasinya (bisa menjadi salah satu tema dalam kelas orang tua/parenting).

Orang tua harus bisa memberikan stimulasi untuk semua aspek perkembangan anak, misalnya aspek moral dan agama dengan beribadah bersama. Aspek bahasa dengan membacakan buku, mengobrol dan bercerita. Aspek Seni dengan menyanyi bersama. Aspek fisik motorik dengan mengajak berolahraga.

Aspek sosial emosional dengan bermain peran. Aspek kognitif dengan bermain puzzle, berhitung dll. Selain itu orang tua selalu berkonsultasi dengan guru jika ada aspek perkembangan anak yang tertinggal atau tidak sesuai dengan usianya.

2. Strategi Penguatan Peran Lembaga PAUD

Lembaga PAUD sebagai sekolah pertama untuk anak usia dini harus mengupayakan lingkungan yang aman, nyaman, dan menyenangkan. Pendidik PAUD harus dipastikan memahami tahap-tahap perkembangan anak sesuai usianya. Guru juga harus bisa mengenali ciri-ciri ketertinggalan perkembangan anak.

Jika dalam proses pembelajaran ditemukan adanya anak yang tertinggal perkembangannya, maka guru harus segera menyampaikan pada orang tua. Kemudian guru bersama orang tua menyusun stimulasi yang tepat untuk membantu anak yang terindikasi mengalami ketertinggalan perkembangan.

PAUD sebagai lembaga juga harus memberikan bahan-bahan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan, minat dan perkembangan anak untuk diberikan kepada orang tua. Misalnya dipinjamkan mainan dari PAUD.

Meskipun anaknya tidak bersekolah tetapi anak boleh meminjam mainan di PAUD dan dikembalikan setiap seminggu sekali. Dengan demikian ada ikatan emosional antara anak dengan lembaga PAUD. Anak tahu dia bersekolah di PAUD tersebut karena mainannya boleh dipinjam. Sepertinya tidak ada anak yang menolak jika diberikan mainan. Apabila situasinya memungkinkan maka lembaga PAUD bisa mempertimbangkan untuk tatap muka dengan siswa terbatas agar anak bisa lebih terstimulasi dengan baik.

3. Srategi Penguatan Peran Organisasi

Lembaga PAUD tidak bisa berdiri sendiri. Ada organisasi yang menaungi yaitu HIMPAUDI dan IGTK/IGRA. Organisasi ini dibutuhkan untuk memfasilitasi pengembangan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan agar lebih maksimal dalam merancang program pembelajaran. Organisasi ini juga diharapkan dapat melakukan pendampingan kepada satuan PAUD dengan berbagi praktik baik.

Ilmu yang sudah diaplikasikan dan berhasil di lembaga lain bisa ditularkan ke lembaga lainnya agar lebih banyak kebaikan yang tersebar. Apalagi misalnya dalam pembelajaran jarak jauh ini tidak semua guru kompten mengajar daring. Sehingga jika ada guru yang terampil dalam melakukan kegiatan PJJ bisa menjadi contoh bagi lembaga lainnya untuk membuat pembelajaran menjadi leih menarik.

4. Strategi Penguatan Peran Pemerintah Daerah

Dalam upaya memfasilitasi satuan PAUD untuk meningkatkan lingkungan belajar yang berkualitas maka sudah seharusnya peran pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Pendidikan harus siap membantu. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan kapasitas Penilik dan Pengawas dalam membantu PTK PAUD dan orang tua untuk mengatasi ketertinggalan perkembangan.

Penilik dan Pengawas harus aktif mendorong dan memfasilitasi upaya peningkatan kapasitas PTK dan orang tua dalam mencegah dan mengatasi ketertinggalan pembelajaran anak. Dinas Pendidikan setempat juga bisa mempertimbangkan untuk mengijinkan satuan PAUD melakukan proses pembelajaran tatap muka dengan prokes ketat jika situasnya memungkinkan. Sebab jika lembaga PAUD terlalu lama belajar daring orang tua juga pusing.

****

Itulah empat strategi yang harus dilakukan agar anak usia dini tidak terkena dampak learning loss. Sebetulnya pemerintah pusat dalam hal ini kementrian pendidikan juga sudah membuat program edukasi di TVRI. Harapannya melalui televisi ini jangkauan siarannya bisa sampai ke daerah yang masih susah sinyal.

Hanya saja mata pelajaran di TVRI itu tidak sesuai dengan RPP yang sudah dibuat sekolah masing-masing. Jadi bagaimana guru bisa menilai jika RPP nya saja berbeda dengan yang dibuat sekolah. Akhirnya pembelajaran di TVRI ini dianggap tidak efektif karena hanya satu arah. Anak hanya diminta menonton tapi tak ada interaksi dengan pengajar/guru.

Jika demikian yang terjadi, maka pembelajaran hanya bersifat instruksi tanpa ada interaksi dan umpan balik dengan siswa yang belajar. Pembelajaran jarak jauh dengan guru yang dikenal anak saja masih sulit untuk anak usia dini berinteraksi, apalagi jika gurunya tak pernah bertemu sama sekali.

Pandemi covid 19 masih belum usai. Kita tidak tahu kapan akan berakhir. Namun pandemi tidak bisa terus menerus dijadikan alasan dan membuat anak-anak kita tertinggal perkembangannya. Harus ada upaya ekstra dari berbagai pihak agar learning loss pada anak usia dini bisa diminimalkan. Semoga Anda pembaca artikel ini menjadi salah satu pihak itu.

Terimakasih sudah setia membaca tulisan saya

Salam hangat,

Deassy M Destiani

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image